Kamis, 22 Desember 2011

EPISODE PULANG KAMPUNG : NGGAK GALAU NGGAK MAHASISWA, YEAH!


Mari kita gunakan subjek : mahasiswa
Yang menjadikan saya sebagai mahasiswa yang cukup optimis saat ini barangkali adalah kata- kata beliau, Akh Danang Ambar Prabowo, sewaktu mengisi STOPMAP (Studi Menuju Mahasiswa Berprestasi) sekitar dua tahun lalu. Beliau mengatakan seperti ini : “ mahasiswa kalau tingkat akhir itu kadang- kadang bukannya seneng ya, tapi makin pusing ( dua tahun lalu galau belum eksis). Pengennya sih lulus cepet, tapi pas lulus ternyata pusing nyari kerjaan. Tapi kalo saya punya solusinya. Kalo nanti pas kita wisuda terus disalamin seseorang dan orang itu nanya, “habis lulus mau kemana mas?” jawab aja, “aduh, ini yang saya bingung.. sudah tiga sampai empat perusahaan yang ngejar- ngejar nih, jadi bingung milih yang mana.”
Haha, dahulu saya tangkap itu sebagai obat optimis yang terpatri. Jawaban yang dilontarkan di atas saya rasa bukan sekedar pengalihan, tapi masuk ke jiwa saya sebagai motivasi. Ya, kalau lulus nanti, gue juga harus ada di level aman dong. Atau paling tidak ada pegangan, ada batu loncatan, begitu pemikiran seorang saya yang semester 1.
Kemudian beberapa hari yang lalu saya pulang ke rumah. Dan bertemu dengan beberapa kawan yang bukannya “tidak luar biasa”. Sebut saja, sesama mantan pejuang organisasi (aseeek), sesama idealis muda yang pernah menggembar- gemborkan “entrepreneur never ending”, “jiwa muda harus punya mimpi”, yah.. gampangnya, mereka yang bukan “mahasiswa biasa- biasa saja”. Tapi ternyata, saya jumpai mereka ini dalam keadaan “masa menanti pekerjaan terbaik” a.k.a “galau” a.k.a “agak bingung menentukan nasib”. Ada yang sedang menanti panggilan dari satu perusahaan, ada yang udah kerja seadanya dengan alibi : yang penting nggak nganggur, nanti deh kalo kamu lulus pasti merasakan, perang mencari pekerjaan sekarang sudah beda ama jaman dulu. Nah lho, sejenak saya tertampar : AKTIPIS tidak BERBANDING LURUS dengan SUKSES USIA MUDA.
Saya menemui satu lagi potret sahabat yang juga mahasiswa yang cukup unik, adalah Afnan (sebut nama biar orangnya tambah keren), menempuh masa SMA selama 4 taun karena nggak naek kelas pas kelas satu, sempet menempuh pendidikan di Prodi Dakwah Islam UIN Jogjakarta selama setaun dan keluar dengan alasan nggak kuat kalo disuruh belajar bahasa Arab, kemudian larilah beliau ke UPN Jogja dengan status KTM mahasiswa Angkatan 2008 program studi ilmu komunikasi. Menyimak afnan ini barangkali adalah potret pemuda Indonesia yang jumlahnya juga tidak sedikit.
Kata Afnan, kalo boleh putus kuliah, aku lebih milih putus kuliah dah. Kuliah juga nggak jamin orang jadi sukses (konteksnya kayaknya sukses materi), aku males kuliah tapi serius bisnis jual beli mobil, sekali transaksi 30 juta di tangan. Mereka ( nunjuk mereka tadi) ternyata abis lulus juga bingung kan nyari kerjaan?
Analisis Afnan, mahasiswa sepinter apapun nggak punya jaringan dan pengalaman itu bahaya buat masa depannya. Tapi mahasiswa gebleg di kelas dengan jaringan dan pengalaman yang kuat, kata afnan “lebih meyakinkan masa depannya”. Dan guys, afnan ini walaupun saya yakin nggak pernah nulis PKM-K atau PMW, tapi ide- ide bisnisnya luar biasa dan nyata cuy. Dia cerita tentang analisis bisnis nasi pecel di Jogja, lengkap cerita tentang hasil survey tempat, bahan baku, dan tinjauan ekonomisnya secara detail, juga visualisasi keberlanjutan usaha yang sangat menarik.
Saya : sedikit mengiyakan afnan di bagian jaringan dan pengalaman.
Dunia perekonomian kini memang tidak lagi dunia barat. Sudah pidah tangan ke kaum- kaum KOMUNIS kapitalis, dan kata afnan yang pengalaman, transaksi dengan kaum komunis itu membutuhkan keahlian yang lebih canggih.
Deskripsi dua situasi mahasiswa diatas memang nyata terjadi di sekitar kita. Pun kita nggak pernah tahu motivasi afnan untuk menjadi wirausaha itu disebabkan karena emang cita- cita utama atau sekedar pelarian karena “kuliah bikin mumet”. Pun ketika jadi pelarian, positif juga sih ketika dia memang sukses, daripada mahasiswa- mahasiswa yang sering bolos dan kerjanya cuman minta tambahan jatah di tengah bulan berjalan. Afnan ini, walaupun sekolahnya lama, tapi dia nggak menyesal karena dia bisa membiayai kuliahnya sendiri. Yang dia sesalkan adalah kenapa ada SK rektor paling baru tentang masa studi maksimal mahasiswa adalah 14 semester. Hahaha.

Sementara, Para mahasiswa yang super luar biasa tetap pada prinsipnya yang ia dapatkan dari lingkungan dan teori yang saat ini ia percaya.
Mereka sebagian, ada yang menjawab : makanya, bikin lapangan pekerjaan dong, jangan mencari pekerjaan! Katanya mahasiswa? (lalu dijawab oleh si pencari kerja : semuanya butuh proses cuy, later on, cita- cita itu pasti akan berusaha kami raih, ini kita bikin orang tua tenang dulu dengan status anaknya yang udah wisuda dan akhirnya “dapat kerja”. Sukur- sukur di perusahaan yang bonafit)
Mereka sebagian ada yang menjawab : iya nih, nggak tau juga nanti gimana. Kita sih percaya aja ya, siapa menanam pasti akan memetik ( lalu ada yang menjawab : masalahnya udah jelas belum cuy lo sekarang lagi nanem apaan? Jangan- jangan lo berasa aktipis yang sibuk and capek, tapi lupa ama visi misi yang seharusnya terdefinisi secara jelas)
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan : belajar yang rajin, lulus dengan nilai yang baik, berjuang mencari kerja dengan ikhtiar terbaik, insyaallah ada jalan. (lalu ada yang menjawab : tinggian kenapa targetnya?!)

Kemudian para aktivis kampus yang akrab dengan kata jaringan, wirausaha, kajian keilmuan, dan kekuatan mimpi dan tawakkal masih OPTIMIS dan memandang masa depan yang akan datang cukup cerah untuknya J (amiiiin)

#kemudian ada yang pura- pura mati
#kemudian ada yang sembunyi di kolong meja
#kemudian ada yang sholat hajat
#kemudian speechless

Minggu, 27 November 2011

Cerita Kak Assad dengan Dr Alwi Syihab

bloggers, saya copas ini dari blognya Kak Assad ya (@MuhammadAssad), yah, he inspires me a lot. sebelumnya saya juga pernah share di website saya yang lain : mardiasih.tumblr.com, kalo mau lebih banyak belajar dari Kak Assad, kalian bisa mampir ke muhammadassad.wordpress.com, banyak cerita hidup yang layak untuk diteladani dari tulisan- tulisan beliau. Dan pengumuman, sekilas aja, beliau sekarang lagi S2 di Qatar , majoring Islamic Finance dan MASIH SINGLE :D
Hello #NFQ-ers atau mungkin lebih enak disapa sobat #NFQ! Hahaha.. serasa punya fans club. Doha pagi ini terlihat cerah, dan cuaca terasa dingin-dingin empuk, karena dalam masa transisi menuju winter atau musim dingin. Pagi hari ini saya akan berbagi cerita yang sangat menarik, yang mungkin teman-teman sudah bisa menebak dari judulnya. Yes, saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saya yang bisa mendapatkan kesempatan ngobrol lama sampai 3 jam dengan seorang tokoh, yang juga sudah saya anggap sebagai guru serta mentor saya, yaitu Dr. Alwi Shihab.
.
Udah pada tau kan siapa beliau? Pak Alwi, begitu biasa saya menyapanya, adalah seorang intelektual muslim, mantan menteri luar negeri (masa Presiden Gus Dur), dan juga mantan menteri koordinator kesejahteraan rakyat (masa Presiden SBY). Sekarang ini beliau dipercaya sebagai utusan khusus presiden untuk kawasan Timur Tengah dan juga aktif sebagai seorang entrepreneur. Kalau dilihat dari perjalanan karir dan pengalaman hidupnya, tentunya banyak sekali ilmu yang bisa “dicuri” dari beliau.
.
Alhamdulillah sekitar minggu lalu, beliau datang ke Doha. Kedatangannya sebetulnya karena diundang untuk hadir sebagai guest of honour (tamu kehormatan) untuk berbicara dalam acara Islamic Finance Conference tanggal 10 Oktober di Doha. Beberapa hari sebelum kedatangan, kami memang sudah berkomunikasi via email dan beliau bilang akan tiba di Doha tanggal 8 Oktober 2011. Setibanya di Doha, Pak Alwi langsung kontak saya, “Assad, saya sudah di Hotel Sheraton kamar 827. Datang ya kita ngobrol-ngobrol.” Saya pun langsung menjawab, “Siaappp Pak!”
.
Segera saya mandi dan langsung meluncur menuju Hotel Sheraton, dan mengajak kawan baik serta partner bisnis saya Mas Kamal. Sesampainya di hotel sekitar jam 6 kurang, karena sudah maghrib, akhirnya kita shalat dulu. Setelah selesai, saya langsung menelpon kamar Pak Alwi dan menunggu beliau turun ke lobby. Pak Alwi pun turun, dengan pakaian batik (samaan kita Pak hehe..) lalu menyapa saya dan mas Kamal dengan ramah. “Halo, apakabar? Sehat?”
.
Pertemuan ini adalah yang ketiga kalinya saya bertemu Pak Alwi di Doha. Pertemuan pertama di KBRI Doha pada tahun 2009 dan yang kedua di Hotel Four Season Doha pada tahun 2010. Tapi kedua pertemuan itu cuma sekedar menyapa dan ngobrol ringan, dan tidak ada waktu banyak untuk bisa ngobrol panjang lebar dan berdiskusi. Alhamdulillah pada sekarang ini saya bisa bertemu dalam suasana yang santai, cair dan bersahabat.
.
Ada banyak hal yang saya bicarakan dengan Pak Alwi, dan setiap topik ada informasi dan ilmu pengetahuan baru yang didapat. Penasaran apa saja? Here we goo!
.
Ngobrol Part 1: Life in Qatar
Setelah duduk di lobby dan terlihat posisinya udah enak alias pewe, saya memberikan beliau buku @NotesFromQatar, sebagai ucapan terima kasih juga, karena beliau salah satu orang yang memberikan testimoni di buku tersebut. Lalu Pak Alwi nanya, “Gimana penjualan buku ini?” Saya jawab, “Alhamdulillah sudah national bestseller di Indonesia Pak, naik cetakan ke-7.”
With Dr. Alwi Shihab, Sheraton Doha.
.
Pak Alwi pun memberikan ucapan selamat dan terlihat senang saat menerima buku @NotesFromQatar. Setelah itu obrolan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan ringan tentang kehidupan di Qatar, seperti kapan saya lulus kuliah, pergi kemana kalau weekend, mana tempat-tempat baru di Doha yang menarik dikunjungi, dan nanya juga saya sudah nikah apa blum hehehe…
.
Ngobrol Part 2: Hukum Qishash
Pembicaraan lalu makin menarik saat ngobrol tentang serba serbi dan lika-liku dunia arab, terutama yang berhubungan dengan para TKI dan TKW. Seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini pemberitaan tentang hal ini lagi heboh-hebohnya, karena salah satu TKW kita baru saja dihukum pancung di Arab Saudi. Perasaan kita semakin berkecamuk saat mengetahui bahwa salah satu universitas top di negeri ini malah memberikan gelar Doctor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi. Sontak seluruh rakyat Indonesia marah karena merasa sang raja sendiri tidak membela para TKW kita di sana. Saya pun saat itu sangat kesal.
.
Tapi ternyata, banyak hal yang sebetulnya tidak kita ketahui, dan saya pun baru tahu saat bertemu dengan Pak Alwi. Beliau menjelaskan, banyak orang yang tidak mengerti tentang hukum di Arab Saudi, terutama mengenai hukum qishash. Selama ini, kata beliau, kita selalu menyalahkan Arab Saudi, dalam hal ini pemerintah, yang seolah-olah tidak berbuat apa-apa dan membiarkan masyarakat kita terbunuh di sana.
.
Saat ada seseorang yang membunuh, maka hukuman yang berlaku di Arab Saudi adalah hukum Islam yaitu qishash, yaitu harus dibalas setimpal dengan perbuatan yang dilakukan, dalam hal ini sang pembunuh harus dibunuh juga. Hal ini sudah tertera di dalam Al-Qur’an, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu menjalankan hukum qishash pada orang-orang yang terbunuh..” (QS. Al-Baqarah [2]: 178).
.
Nah, di sini poin yang mungkin banyak dari kita tidak tahu. Dalam hal menjalankan hukuman ini, seorang Raja sekalipun, TIDAK MEMPUNYAI HAK / WEWENANG sedikitpun untuk membatalkan hukuman ini. Karena itu adalah HAK bagi keluarga yang terbunuh. Raja hanya bisa menghimbau agar sang keluarga yang terbunuh memaafkan sang pembunuh. Namun jika keluarganya tidak memaafkan dan tetap menuntut hukuman qishash, maka seorang raja pun tidak bisa membatalkannya. Inilah bentuk keadilan dalam Islam.
.
Bahkan justru Raja, dalam hal ini pemerintah, telah berusaha agar setiap hukuman qishash tidak jadi berlaku. Dari mulai membuat proses persidangan yang sengaja diperlama dan memakan waktu bertahun-tahun. Pak Alwi menjelaskan, untuk sampai kepada putusan hukum mati, seorang terdakwa harus melewati 3 kali persidangan, dan jika di salah satu persidangan ada salah satu dari 5 hakim yang tidak setuju, maka hukuman qishash dibatalkan. See, betapa panjang dan berlikunya bukan?
.
Selain itu, pemerintah arab Saudi juga telah membuat suatu lembaga konseling bernama Lajna, yang bertugas melobi keluarga terbunuh agar memaafkan. Lajna ini juga tugasnya untuk mencari dana dalam jumlah besar dari para syeikh-syeikh di Arab yang nanti uangnya dipakai sebagai diyat atau penebus yang akan diberikan kepada keluarga terbunuh jika memaafkan. Diyat adalah denda pengganti jiwa (biasanya dalam bentuk materi) kepada keluarga yang dibunuh untuk menggantikan hukum qishash. Diyat dapat diberikan dengan catatan keluarga yang dibunuh memaafkan.
.
Karena dalam Islam pun sudah dijelaskan mengenai hal ini. “Dan diyat wajib diserahkan kepada keluarga (yang dibunuh), kecuali jika mereka (keluarga itu), menyedekahkan (diyat tersebut)..” (QS. An-Nisa [4]: 92)
.
Jadi dalam Islam, hukum qishash bukanlah suatu kewajiban, karena tergantung kepada keluarga korban, apakah memaafkan atau tidak. Saat kelarga korban tidak memaafkan, maka hkum qishash harus dilaksanakan. Namun jika mereka memaafkan, maka pihak pembunuh harus menyerahkan diyat. Namun ada juga beberapa kasus dimana sang keluarga yang dibunuh tidak ingin mengambil diyat tersebut dan malah menyedekahkannya, karena mungkin iman yang kuat dan dia juga mengharapkan ampunan dari Allah Swt.
.
” Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahawa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur [24]: 22)
.
Bagi orang-orang seperti ini, maka Allah Swt telah menyiapkan pahala yang sangat besar. Seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya, “..Dan barangsiapa yang melepaskan hak qishash-nya, maka itu akan menjadi penebus dosa baginya.” (QS. Al-Maidah [5]: 45)
.
Mungkin ada yang menganggap bahwa hukum qishash itu kejam. Namun ternyata tersimpan hikmah yang sangat besar, yaitu terjaminnya kelangsungan hidup di dunia yang aman dan damai. Seperti dalam Al-Quran, “Dan dalam hukum qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 179)
.
Jadi orang yang akan membunuh atau berbuat jahat lainnya, akan berpikir 1000 kali sebelum melaksanakan kejahatannya. Saya aja denger kata qishash udah merinding hehe.. dan ternyata ini memang benar, saya melakukan sedikit research, dan menurut data, tingkat kriminalitas atau kejahatan terendah di dunia adalah di Negara Arab Saudi dan tertinggi di Amerika Serikat. Subhanallah, memang ternyata hukum buatan Allah Swt adalah yang terbaik.
“…Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)
.
Topik 3: Kondisi Indonesia Terkini
Setelah ngobrol tentang masalah luar negeri, lalu kami kembali ke topik dalam negeri. Dari mulai masalah politik yang sedang panas-panasnya, isu reshuffle cabinet, hingga masalah investasi dan ekonomi juga kita bicarakan. Tentang siapa calon presiden di 2014 pun jadi bahan obrolan. Well, untuk masalah politik tidak banyak yang bisa saya kemukakan di sini, karena banyak hal yang off the record alias rahasia hehehe..
.
Baiklah kita beralih ke topik ekonomi dan keuangan saja. Karena saya belajar Islamic Finance, saya tanya ke beliau, “Kenapa pertumbuhan Islamic Finance (ekonomi syariah) di Indonesia masih belum berkembang dengan baik dan banyak investor yang malah lari ke negara tetangga?” Lalu Pak Alwi menjawab, “Investor itu sebetulnya banyak yang mau datang ke Indonesia, cuma sistem kita yang banyak belum bersahabat dengan para investor. Selain itu, mental dan para pejabat kita juga masih banyak yang harus dibenerin.”
.
Kemudian beliau mencontohkan tentang system double taxation atau pajak dobel yang dikenakan untuk investor. Jadi saat uang investor masuk ke dalam pasar dalam negeri, itu dikenakan pajak. Nanti waktu mau buat perusahaan lagi, dikenakan pajak juga. Ya mana ada investor yang mau?
.
Makanya sekarang saya juga paham kenapa blackberry malah buka pabrik di negara tetangga, dan bukan di negara kita, meskipun market kita nomor 1 di Asia. Itu adalah murni pertimbangan bisnis, bukan masalah suka atau tidak suka. Saya pun kalo sebagai investor, pastinya akan memilih tempat yang memberikan insentif lebih dan system yang lebih mendukung.
.
Kemudian Pak Alwi bercerita tentang bagaimana bobroknya moralitas para pejabat di Indonesia. Jadi katanya pernah ada investor yang ingin berbisnis batubara di Indonesia dan sudah diberikan surat izin oleh bupati di satu daerah tertentu. Saat menjelang hari H dan duit sudah akan mengucur, tiba-tiba izin itu dicabut tanpa alasan yang jelas, lalu oleh sang bupati diberikan kepada pihak lain, (yang sebabnya karena ngasih uang “pelicin” lebih besar). Mirissss…
.
Lalu dalam topik ini Pak Alwi menutupnya dengan berbagi perjalanan kisah hidupnya yang menarik. Beliau bilang, “Ada hikmah dalam setiap kejadian. Terkadang kita aja yang mungkin belum bisa melihatnya. Waktu saya dulu kena reshuffle saat menjabat sebagai Menko Kesra, ternyata hikmahnya baru saya ketahui sekarang. Sekretaris menteri saya yang dulu ternyata sekarang kena kasus oleh KPK dan masuk penjara. Coba kalo saya masih disitu (sebagai menteri), bisa keseret-seret saya meskipun ga tau apa-apa. Alhamdulillah Allah masih sayang sama saya.”
.
Topik 4: Sepakbolaaa
Setelah ngobrol yang berat-berat, lalu pembicaraan diturunkan lagi temponya, dan kita ngobrol yang ringan-ringan, dan yang kali ini dibahas adalah tentang sepakbola! Yak, olahraga sejuta umat, dan ternyata Pak Alwi fasih sangat fasih bicara sepakbola. Dari mulai timnas yang akan berhadapan dengan Qatar di pra-piala dunia 2014 sampai ke Qatar Foundation yang mensponsori Barcelona dan berita mengenai Manchester United sedang dalam negosiasi untuk dibeli oleh Qatar. Obrolannya ringan dan seruuuu!!
.
Topik 5: Perjuangan Hidup Pak Alwi
Nah, ini adalah topik pembicaraan yang paling menarik dan banyak mengandung nilai-nilai kehidupan. Pak Alwi membuka cerita hidupnya dengan mengatakan, “Saya dari SMP sampai selesai kuliah di Mesir ga pernah balik ke Indonesia selama 10 tahun.” Dalam hati saya langsung berkata, “Hahhh?? 10 tahun ga balik?? Busettt.. Beda banget ama gue hehe..” Pak Alwi lalu bertanya, “kamu berapa sering balik ke Indonesia?” sambil nyengir saya jawab, “yaa berapa yaaa, sekitar 4-5 kali dalam setahun Pak hehehe..” Beliau lalu geleng-geleng kepala, gatau deh itu artinya seneng, takjub apa bingung ga percaya.
.
Setelah lulus SMA, beliau melanjutkan S1 ke Universitas Ain Shams di Cairo. Saat liburan musim panas tiba, yang biasanya sekitar 3 bulan, Pak Alwi dan kakaknya (Dr. Quraish Shihab) pergi ke Jerman untuk mencari kerja part-time. Mereka bekerja di pabrik besi, kerja dari pagi sampai malam, bahkan weekend pun bekerja. Saat saya tanya kenapa weekend mau kerja, beliau menjawab, “Ya saya kan masih muda, dan butuh uang juga saat itu, jadi ya tidak ada pilihan lain, harus kerja keras!” Selain bekerja di pabrik besi, Pak Alwi juga mencoba berbisnis mobil bekas yang dibeli di Jerman dan dibawa pulang ke Cairo untuk dijual disana.
.
Singkatnya, Pak Alwi berada di Universitas Ain Shams sampai lulus S2. Setelah lulus, beliau balik ke Indonesia dan mencoba berbisnis. Kali ini dia terpikir untuk menjadi distributor karpet berjenis nobel dari Jerman, karena belum ada satupun di Indonesia. Beliau lalu pergi langsung ke pabriknya di Jerman dan menawarkan diri untuk jadi distributor di Indonesia. Tapi saat itu Pak Alwi tidak punya uang sepeserpun, dan bilang kepada pemiliknya, “Saya ini ga punya uang, tapi saya yakin produk Bapak bisa laku keras di Indonesia. Bapak coba saja kirim dulu 1-2 kontainer, kita coba jual dan setiap ada yang laku akan langsung saya bayar.”
.
Sang pemilik lalu bilang, “Sebetulnya ini sangat beresiko bagi saya, tapi saya melihat muka kamu orang jujur. Baiklah, kita coba.” Alhamdulillah, benar saja, karpet nobel itu laku dan banyak yang beli, dan Pak Alwi pun mulai sukses merintis bisnis sebagai importir karpet nobel. Sukses dengan bisnisnya, Pak Alwi mulai bisa menabung dan dari uang yang dikumpulkan, beliau mencoba usaha baru dengan membuat pabrik gelas. Hampir seluruh uangnya diinvestasikan untuk pembuatan pabrik gelas ini.
.
Namun sayang beribu sayang, bisnis barunya ini tidak selancar bisnis karpet. Karena adanya permainan bisnis yang tidak sehat, distribusi gelas perusahaan Pak Alwi tersendat, sementara produksi harus terus berjalan. Akhirnya, cost terus meningkat sementara pemasukan stagnan, bahkan minus. Dan hasil akhirnya adalah BANGKRUT. Akhirnya seluruh uang yang ditanamkan pun habissss. Dampaknya, bisnis karpet pun berantakan, karena tidak ada uang yang diputar, dan produsen di Jerman pun menyetop kerjasama dengan Pak Alwi. Pak Alwi pun pusing, stress, dan berada di titik terendah dalam hidupnya pada saat itu.
.
Tidak patah semangat, Pak Alwi malah punya cita-cita baru, yaitu pergi ke Amerika Serikat dan melanjutkan sekolah! Karena lagi bangkrut dan ga punya uang, beliau pun tak tahu darimana caranya. Orang tuanya kemudian menyarankan untuk pergi ke ulama kharismatik di Tanggul untuk minta didoakan. Tidak lama setelah didoakan, akhirnya Pak Alwi pun punya kesempatan berangkat ke Amerika melalui bantuan Edo, temannya di sana. Sesampainya di Amerika, Pak Alwi langsung coba mencari sekolah dibantu oleh Edo.
.
Kata Edo, Illinois University buka lowongan untuk master, bayar di semester awal aja, kalo nilai bagus nanti semester 2 dst bisa dapet beasiswa. Pak Alwi pun langsung semangat mendengar berita ini. Tapi karena duit blom cukup, Pak Alwi kemudian kerja di Greyhound Terminal, kerjanya serabutan aja, dari tukang cuci piring sampe jadi kasir juga pernah. Setelah duit terkumpul dan cukup untuk membayar uang masuk serta belajar 1 semester, Pak Alwi pun mendaftarkan diri di Illinois University. Selesai 1 semester, dan Alhamdulillah hasilnya memuaskan dan Pak Alwi bisa mendaftarkan diri untuk dapat beasiswa.
.
Tapi sayang kenyataan berkata lain. Saat Pak Alwi punya kesempatan untuk dapat beasiswa, tiba-tiba pada tahun itu meletuslah Perang Vietnam, dan terjadi huru-hara hampir di semua negara bagian Amerika Serikat. Kampus Illinois pun tutup selama 7 bulan lamanya. Di bulan kedua, Pak Alwi sudah tidak mampu bertahan karena duitnya makin menipisss. Akhirnya, diputuskan untuk balik ke tanah air, karena kondisi di sana pun tidak jelas. Pak Alwi kembali down, dan melaporkan hal ini kepada orang tua nya. Namun kedua orang tuanya tetap menyemangati beliau. Pak Alwi pun bertekad dalam hati, “One day I will come back to this place!”
.
Lagi dan lagi, Pak Alwi tidak menyerah. Beliau terpikir untuk masuk kembali ke dunia bisnis. Kali ini sasaran yang dituju adalah ke Arab Saudi, untuk bertemu temannya yang kaya raya bernama Umar Kamil. Saat tiba di Saudi, Pak Alwi menceritakan pengalaman hidupnya dan jatuh bangun kegagalannya. Umar Kamil yang mendengar hal tersebut pun langsung ingin membantu Pak Alwi, dan diberikanlah proyek konstruksi ratusan ribu dollar untuk Pak Alwi. Saat ini, kembali bisnisnya jalan, sukses, lalu di Saudi juga menemukan tambatan hati alias istri.
.
Kondisinya saat ini keuangan sudah stabil dan baik. Setelah merasa kehidupan finansialnya sudah tercukupi, hatinya kembali terpanggil untuk kembali ke dunia akademik, kali ini yang dituju adalah S3 di Universitas Al-Azhar, Cairo. Tapi Pak Alwi bertanya dalam hati, “Apa iya saya masih mampu sekolah? Kan sudah 10 tahun saya meninggalkan dunia akademik.” Akhirnya beliau mencoba melihat teman-temannya yang siding thesis S3 di Universitas Al-Azhar Cairo. Setelah menimbang-nimbang kemampuan diri, akhirnya beliau mantap ingin mengambil S3.
.
Namun ternyata tidak semudah itu. Pihak kampus tidak mengizinkan Pak Alwi dengan mudah, tapi harus diuji terlebih dahulu, karena beliau sudah lebih dari 10 tahun meninggalkan dunia akademik. Pak Alwi harus membuktikan skill bahasa arab dan pengetahuannya, apa memang benar sanggup kembali ke dunia akademik. Akhirnya Pak Alwi balik ke Indonesia, mengambil program Drs. di IAIN, dan di akhir studinya membuat skripsi dengan bahasa arab. Setelah berhasil membuktikan, Pak Alwi kembali lagi ke Cairo untuk mengambil program S3 di Al-Azhar University. Kemudian singkatnya, beliau berhasil menyelesaikan program S3. Gelar Doktor pun di tangan.. *tepok tangan dulu ayo semuanya*
.
Tunggu dulu, cerita belum berakhir. Setelah berhasil menyelesaikan program S3 nya, Pak Alwi kembali teringat dengan tekadnya untuk kembali ke Amerika. Beliau ingin kembali mencari kesempatan belajar yang informal saja, dan tempat yang pertama kali dituju adalah Illinois, tempat dulu saat beliau gagal. Saat mau cari kuliah, Pak Alwi malah dapet tawaran mengajar di Hartford, tapi beliau belum pede, akhirnya ditolak tawaran tersebut. Beliau kemudian ditawari lagi untuk ambil S3 di Universitas Temple. Hebat banget ya semangat belajarnya hahaha..
.
Singkat cerita Pak Alwi sudah lulus S3, dan setelah itu langsung mendapat tawaran bergengsi untuk mengajar di Harvard Divinity School di Harvard University! Waktu itu Pak Alwi tidak peduli berapa pun gaji yang diberikan karena sudah merupakan suatu kehormatan bisa mengajar di salah satu universitas terbaik di dunia. Lalu ketika belum setahun, lagi enak-enaknya mengajar, datang tawaran dari Gus Dur, yang saat itu ingin membuat partai baru. Pak Alwi diminta pulang untuk membantu Gus Dur. Antara mau dan tidak mau, karena lagi enak-enaknya ngajar. Tapi akhirnya beliau mau pulang.
.
Tidak lama setelah beliau pulang, saat pemilihan umum tahun 1999 berlangsung, Gus Dur terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, dan karena hubungan yang sangat dekat, Pak Alwi pun diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada saat itu.
.
Ada hal menarik yang Pak Alwi ceritakan tentang kisahnya yang menjadi menteri. “Dulu itu saya waktu di Amerika jadi ustadz keliling dari satu kampus, kemudian di acara-acara KBRI atau KJRI pasti diundang. Bener-bener ga nyangka, ga nyampe setahun, orang-orang yang dulu manggil saya, sekarang pada jadi bawahan saya semua, karena saya kan jadi Menlu saat itu, dan semua pejabat di KBRI dan KJRI otomatis di bawah saya. Ya begitulah Assad, jika Allah mau mengubah nasib seseorang dalam sekejap. Sangat mudah!”
.
Luar biasa yahh.. I learned lotsss from his success story! Yak, selesai sudah topic pembicaraan kami dengan Pak Alwi. Teman-teman pastinya bisa mengambil sendiri hikmah dan pelajaran yang bisa diambil, yaitu tentang perjuangan, semangat pantang menyerah, dan yang paling penting adalah yakin terhadap kekuasaan Allah Swt dalam setiap langkah.
.
Akhirnya, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam atau sudah 3 jam persis saya dan mas kamal ngobrol bareng Pak Alwi. Kita pun sudah memberi aba-aba akan pamitan. Tapi sebelumnya, saya dan mas kamal juga meminta doa kepada Pak Alwi agar usaha-usaha yang sedang kita kerjakan berjalan lancar, lalu kita tukeran kartu nama dan Alhamdulillah, ada peluang-peluang usaha yang mungkin bisa dilakukan bareng dengan Pak Alwi. Insha Allah.. Inilah salah satu manfaat silaturahmi, yaitu membuka peluang rezeki berdatangan.
.
Dan berikut adalah beberapa foto saat berlangsungnya acara Islamic Finance Conference di Doha yang saya juga berkesempatan hadir mendampingi Pak Alwi Shihab sebagai guest of honour.
Ngobrol dg salah satu anggota keluarga kerajaan Qatar
Pak Alwi duduk paling pojok kiri
Setelah selesai acara
.
Baiklah teman-teman semua, sekian laporan berita dari Doha. Nantikan tulisan-tulisan @NotesFromQatar kembali minggu depan.. Salam olahraga! :D

cakap pagi

  • Saya : tumben nelpon pagi- pagi pak
  • Bapak : ya ndak papa, pengen nelpon aja
  • Saya : wah, tanda- tanda pulsa banyak nih, duitnya juga banyak dong
  • Bapak : blas.. nggak ada duit. kamu kan dah hapal to?
  • Saya : iya dah hapal. hehe
  • Bapak : apalagi bulan Suro ini, pasti nggak ada orang hajatan. nggak ada duit dah. satu- satunya harapan tinggal nunggu ada orang meninggal. boleh kan?
  • Saya : gimana caranya dapet duit kalo nggak menjemput. ya boleh. wong nggak ditunggu kalo Allah udah berkehendak juga meninggal juga tuh orangnya.
  • Bapak : hahaha.kamu masih jualan? sekarang lagi dimana?
  • Saya : masih. sekarang lagi di UI. Kemaren lomba debatnya kalah.
  • Bapak : kok kalah melulu?
  • Saya : ya belum waktunya diberi kemenangan. artinya mungkin masih belum siap jadi pemenang.
  • Bapak : ya sudah. hati- hati jualannya. pesen bapak cuman satu, hati- hati. Wong bapak juga nggak bisa ngasih kamu uang lebih.
  • Saya : nggih pak. (Telpon putus)

Rabu, 07 September 2011

Menghapus “Paradigma Kuno” Indonesia


Negara Indonesia memang unik. Bukan menyoal tentang kekayaan budaya adat yang tidak perlu diragukan lagi, namun juga tentang beberapa “paradigma kuno” yang mengakar dan menyatu dalam jiwa bangsa sehingga menjadi identitas dan karakter. Cerita tentang keburukan birokrasi dan prestasi korupsi kita itu biasa. Tetapi yang menjadi menarik adalah membicarakan karakter Indonesia dari sudut pandang yang lain. Bukan melulu menyudutkan tentang birokrasi Pemerintah, tetapi mencoba menyingkap sebagian fakta masyarakat kita.
Masih hangat di ingatan, betapa ironi yang terjadi di Gelora Bung Karno Selasa malam (6/9) lalu sungguh amat mencoreng muka negeri ini. Pertandingan laga pra kualifikasi piala dunia antara Indonesia melawan Bahrain terpaksa dihentikan di menit ke tujuhpuluhlima di depan mata Menpora Andi Mallarangeng dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keputusan memalukan tersebut diambil menindaklanjuti peringatan Pengawas FIFA dan AFC tentang kondisi pendukung Timnas Indonesia tidak digubris. Pendukung timnas Indonesia dianggap rusuh karena menyalakan petasan dan kembang api yang suaranya dianggap cukup mengganggu jalannya pertandingan. Setelah diingatkan beberapa kali dan tidak ada perubahan, akhirnya lahirlah keputusan yang berbuah masuknya Timnas Bahrain ke kamar ganti karena pertandingan dihentikan selama kurang lebih 20 menit untuk diplomasi.
Prestasi pendukung  sepakbola yang buruk memang bukan pertama kalinya dibahas. Namun jika hal tersebut terjadi berulang- ulang hingga merugikan Timnas Indonesia maka kita wajib mempertanyakan apakah mereka datang ke lapangan pertandingan benar- benar untuk mendukung tim yang didukungnya atas nama nasionalisme atau munkin hanya karena euforia semu komunitas belaka? Apakah sebagai supporter kita benar- benar memberikan dukungan, motivasi dan api untuk menang kepada Timnas kita atau justru kita malah memperlebar luka mereka? Sebuah renungan yang patut untuk dijawab dalam diri masing- masing kita.
Dalam tulisan ini, saya ingin bercerita tentang salah satu komunitas supporter sepakbola paling loyal di negeri ini. Dalam suatu pertandingan, ternyata tim kesayangan mereka kalah. Toh, mereka pulang meninggalkan lapangan pertandingan tetap dengan heboh memainkan alat perkusi, berdiri diatas motor dengan memutar syal kebanggaan simbol komunitas mereka, lalu memadati jalanan dengan ugal- ugalan tanpa memperhatikan rambu lalu lintas. Jika sudah begini, apa mereka benar- benar berangkat atas nama nasionalisme?  Sementara, pengguna jalan yang lain dengan sabar menunggu barisan mereka hingga habis daripada membahayakan diri sendiri jikalau melawan arus lalu lintas. Kesabaran itu sebenarnya hanya sebuah ekstase keterpaksaan atas budaya buruk “pengkultusan komunitas” yang dianggap besar.
Budaya Protes
Beralih dari cerita tentang pendukung Timnas sepakbola Indonesia, penulis juga ingin menghadirkan fakta lain. Isu sosial kemasyarakatan tentang operasi yustisi misalnya. Operasi identitas yang terpaksa dilakukan di beberapa kota besar sebab fenomena urban yang tidak terbendung jumlahnya memadati ibukota. Dalam konteks reportase, biasanya Pemerintah yang terus disudutkan akibat tidak berhasil menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup di daerah. Padahal jika kita telusuri lebih jauh, Pemerintah dari tahun ke tahun telah berusaha menghasilkan regulasi kesejahteraan ekonomi, tentang Otonomi Daerah (OtDa) misalnya. Hanya saja paradigma kuno tentang kemilau ibukota telah menyilaukan mata para pencari kerja dari daerah.
Datang dengan tanpa bekal keahlian bahkan tanpa tujuan, kemudian menjadi benalu ibukota. Maraknya tindak kriminalitas, menjamurnya para pengamen, pengemis, gelandangan serta PSK, semakin menambah beban Pemerintah. Jika sudah begitu, maka yang dimintai pertanggungjawaban sepenuhnya adalah pemerintah. Bukan mereka yang melakukan aksi pembangkangan dan menambah beban negara. Ya, Paradigma kuno yang telah mengakar dalam jiwa bangsa ini adalah paradigma protes. Pernyataan Guru Besar bangsa yakni Sukarno tentang “jangan tanya apa yang telah negara berikan padamu, tapi tanyalah apa yang telah kau berikan untuk negara ini” nampaknya hanya isapan jempol belaka.
Cerita tentang negeri ini juga kurang lengkap tanpa fakta dari dunia pendidikan kita. Hingga saat ini, dunia pendidikan dianggap belum stabil karena tujuan yang tidak terpetakan dengan baik, sistem uji kualitas yang carut marut hingga pembangunan pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang tersendat- sendat. Dari tahun ke tahun, isu Ujian Nasional misalnya, tidak kunjung selesai dan menyalahkan Pemerintah. Di sisi lain, faktanya Pemerintah juga tidak tinggal diam. Mereka telah terus menerus melakukan pembenahan seperti peningkatan kesejahteraan guru melalui sertifikasi, sistem ujian ulang serta memacu akselerasi pendidikan melalui program Sekolah berstandar Nasional bahkan Internasional.
Tetapi dapat kita lihat apa yang terjadi di masyarakat. Sebagai agen pendidikan, siswa maupun guru telah terbiasa dengan menyontek dan korupsi. Menyontek berjamaah telah menjadi kesepakatan rutin antara guru dan siswa setiap tahunnya. Proyek jual beli syarat sertifikasi guru juga bukan berita baru. Semua dilakukan agar mendapat materi yang dijanjikan Pemerintah dengan instan. Padahal maksud Pemerintah adalah agar kualitas guru dalam mengajar semakin baik dan termotivasi. Jika begini, siapa yang patut salah dan menyalahkan. Budaya menyudutkan Pemerintah, tapi kita justru tidak pernah sadar dan meraba diri kita sendiri apakah kita termasuk agen yang memperburuk kondisi negeri ini serta menambah beban anggaran Pemerintah.
Banyak cerita lain yang dapat kita jadikan bahan renungan tentang posisi kita sebagai rakyat yang mendapat hak perlindungan dari negeri ini sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Jika negara telah banyak memberikan rasa tenteram dan hingga hari ini kita masih bisa hidup nyaman diatas negeri subur kaya raya, hendaknya kita menengok dalam diri kita, apa yang telah kita perbuat setidaknya untuk menjaga negeri ini saja, bukan semakin memperburuk kondisinya. Kita mungkin dapat menggunakan istilah 3 M dari da’i kondang K.H Abdullah Gymnastiar. Mulailah berbenah dari diri sendiri tanpa menunggu inisiatif orang lain. Misalnya sekedar untuk membuang sampah pada tempatnya atau memungut sampah yang tergeletak di jalanan. Mulailah dari hal- hal kecil seperti mematikan lampu kamar kita sehingga tidak menambah beban pengeluaran energi negeri ini, atau menjaga kesehatan kita dengan sarapan sehingga tanpa sadar kita akan menghemat anggaran layanan kesehatan publik bagi negara ini. Dan mulailah sekarang juga. Jika kita tak mampu berkontribusi, setidaknya jadilah rakyat yang baik dengan tidak menjadi benalu dan menambah keruwetan negara ini.
Terakhir, kembali untuk memberikan dukungan terbaik kepada Timnas sepakbola kita, penulis berharap agar Timnas mampu menjadi Kaka Slank yang dapat membentuk solid fans ala Slankers. Kita simak saja bendera slankers yang senantiasa berkibar di konser apapun di negeri ini sekalipun Grup Slank sedang tidak ada jadwal manggung. Semoga supporter sepakbola kita tetap solid dan berjiwa besar walaupun squad Garuda pulang dengan kata menang atau kalah. Maju terus, Garuda!





Jumat, 19 Agustus 2011

3 good : Konsep Pendidikan berbasis Komunitas menuju Wanita Ideal


Pondasi perbaikan bangsa adalah perbaikan keluarga dan kunci perbaikan keluarga adalah perbaikan kaum wanitanya. Karena wanita adalah guru dunia, dialah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya ( Hasan Al Banna)
Potret yang menggambarkan sosok wanita “beauty inside beauty outside” di negeri ini nampaknya masih jauh dari ideal walaupun konsep emansipasi dari R.A Kartini sudah dikenal lebih dari seabad lalu. Pasalnya, karakter yang tercitrakan dari banyak sinetron dan film di Indonesia adalah wanita sang tokoh utama dengan nasib yang kurang beruntung dengan hari- hari yang diliputi air mata. Si wanita dengan pasrah menerima takdir serta meratapi penderitaannya yang tiada henti sembari berkhayal datangnya si pangeran penolong yang diakhir kisah dipastikan akan menjadi jodohnya.
Jika dibandingkan dengan film- film bollywood misalnya, kisah- kisah yang mereka hadirkan jelas lebih berkarakter. Dalam film bollywood, jika ada tokoh anak laki- laki yang jahat, kriminalis atau kerapkali mengganggu lingkungan pasti mereka tetap tunduk dan sayang  pada ibu mereka. Ya, karakter film bollywood adalah menempatkan perempuan pada strata tertinggi yang dihormati. Berbeda dengan film- film dalam negeri yang seringkali menokohkan ibu sebagai pribadi lemah, bodoh dan bebas dihujani sumpah serapah bahkan siksaan fisik.
Padahal, jika menilik kutipan dari Hasan Al Banna diatas, konsep diri dari wanita jelas luar biasa. Perumpamaan “menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya” berarti wanita memiliki kekuatan ganda yang bahkan tidak dimiliki kaum lelaki. Wanita dengan penuh kasih tetap melakoni kodratnya sebagai calon ibu. Di sisi lain, juga harus tetap cerdas, kritis, independen dan menjadi pembelajar sejati agar dapat mengguncang dunia dengan pemikiran yang revolusioner.
Sayangnya, wanita- wanita lemah seperti yang ditokohkan diatas juga benar adanya di dunia nyata. Tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kasus kekerasan terhadap istri di Indonesia masih tinggi. Demikian kesimpulan dari catatan tahunan kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2010 yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Selain karena paradigma publik yang sudah terpengaruh dampak media seperti sinetron dan film, sosiologi budaya dan masyarakat memberikan sumbangsih besar dalam pembentukan konsep diri wanita. Di Jawa sendiri misalnya, istilah 3 M “masak, macak, manak” yang menyimbolkan bahwa tugas wanita hanya terdiri dari tiga hal yaitu memasak, berdandan dan melahirkan keturunannya terlampau melekat erat terutama dalam kehidupan di sudut- sudut daerah.
Penulis sendiri bukannya tidak setuju dengan tautan diatas, namun alangkah lebih baik jika kita mampu memberikan makna yang lebih mendalam. Wanita idealnya memang berada dalam koridor ibu rumah tangga yang wajib pandai memasak dan berdandan untuk suami, namum kaitannya dengan manak, ia juga merangkap peran sebagai ibu yang berkewajiban tidak sekedar menyusui. Lebih dari itu, pesan moral dari manak saya pahami sebagai kewajiban sang ibu dalam memberikan pendidikan mulai dari ayunan hingga kelak sang anak menemukan jalan hidupnya sendiri. Peran sebagai guru primer inilah yang menyebabkan mengapa pendidikan kewanitaan menjadi penting.
Kartini, pahlawan emansipasi wanita mendirikan sekolah wanita atas keprihatinannya terhadap wanita- wanita pribumi yang susah mendapat pendidikan formal. Namun, sekolah yang dibangun Ibunda Kartini hanya berkisar pada tataran kognitif  dan belum mampu membangun karakter positif sebagai bekal wanita ideal. Konsep Woman’s school yang penulis tawarkan adalah buah dari ketertarikan penulis menilik konsep wajib militer di Korea Selatan yang diwajibkan bagi kaum pria selama dua tahun dengan batas tempuh pendidikan maksimal usia 30 tahun. Kondisi negara yang rawan konflik merupakan cikal bakal diselenggarakannya wajib militer tersebut. Hal yang diharapkan adalah sewaktu- waktu apabila negara dalam keadaan gawat, posisi lelaki sebagai kepala keluarga minimal dapat menjadi pemimpin yang mengarahkan mulai dari komunitas paling kecil yaitu keluarga ataupun dirinya sendiri.
Konsep 3 good
Woman’s school yang berarti sekolah wanita gagasan penulis memiliki dasar konsep 3 good yang terdiri dari Good wife, good mother, dan good agent. Woman’s school memiliki konsep berbasis komunitas, tujuannya adalah untuk mewadahi latar belakang serta karakter yang beragam.
Implementasi konsep good wife berarti woman’s school mengajar bagaimana peran wanita seharusnya kelak dalam menjadi seorang istri. Ketua Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Arimbi Heroepoetri  menyatakan bahwa penyebab terus meningkatnya tingkat kekerasan terhadap perempuan diantaranya disebabkan adanya relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki serta perangkat hukum yang ada belum maksimal melindungi perempuan dari kekerasan. Selain itu, para pejabat publik juga belum memiliki perspektif gender yang baik.
Oleh karenanya, konsep good wife akan diimplementasikan dengan pendekatan individu maupun pendekatan sosial. Pendekatan individu penting menilik perannya untuk memberikan pemahaman agama tentang kewajiban- kewajiban wanita terhadap suami. Nilai- nilai agama terutama agama islam adalah pendidikan terbaik sebagai media pembelajaran bagaimana seharusnya menjadi istri yang tidak hanya cantik dalam mengurus pekerjaan rumah tangga tetapi juga cantik dan bersinar di mata suami secara fisik. Oleh karenanya, di dalam kurikulum juga diajarkan bagaimana berdandan dengan cantik oleh komunitas ibu yang paham tentang rias dan kosmetik.
Konsep good mother  mengajarkan bagaimana seorang wanita menjadi seorang ibu yang baik, termasuk di dalamnya menjadi sosok pendidik profesional bagi anak- anaknya. Bimbingan belajar sebaiknya tidak hanya diberikan kepada si anak namun kepada ibunya. Menjamurnya jasa bimbingan belajar anak usia sekolah dimanfaatkan oleh para orang tua sebagai media untuk mendidik putra-putri dengan alasan bahwa mereka tidak mampu mengikuti perkembangan pendidikan putra-putri yang semakin pesat. Dorongan kepada ibu untuk mengawasi pendidikan putra-putri setidaknya dengan mengambil langkah pengawasan ulangan harian anak, jadwal mata pelajaran, bahkan turut serta mengamati perkembangan kurikulum pendidikan anaknya perlu ditingkatkan.
Terakhir tetapi juga konsep paling penting yakni konsep good agent yang mengajarkan bagaimana kaum perempuan harus menjadi agen utama dalam memperjuangkan cita- citanya sendiri. Secara konseptual seorang suami adalah kepala keluarga yang memiliki tugas mencari nafkah dan sebagai pengambil keputusan dalam setiap kesepakatan yang terjadi dalam keluarga. Serta tugas yang melekat dalam peran sebagai istri adalah sebagai pengurus rumah tangga yang diharuskan memiliki kuantitas waktu yang banyak untuk menjaga keutuhan keluarganya. Dalam perannya untuk ‘macak, masak, manak’ seorang wanita tidak diidentikkan dengan pencapaian cita-citanya sendiri. Penanaman ideologi mengenai pentingnya wanita yang memiliki pondasi cita-cita terhadap dirinya sendiri untuk menjadi wanita yang tangguh, memiliki kelebihan tersendiri yang dianggap spesial selain sebagai istri yang hanya bisa dandan, memberikan suguhan makan untuk keluarga serta merawat anak-anaknya saja.
Melalui basis komunitas, implementasi konsep good agent akan menjadi lebih mudah dan efektif untuk memberdayakan para ibu yang memiliki pekerjaan tetap maupun generasi muda dan para ibu yang belum produktif. Misalnya, komunitas wanita yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang akan belajar bagaimana memberikan inovasi pada usaha yang telah dirintisnya. Generasi putri yang memiliki hobi menulis misalnya dapat belajar bersama komunitas penulis. Demikian pula golongan yang belum produktif dapat memperoleh pendidikan tentang pengembangan industri kreatif skala mikro, misalnya.
Woman’s School
Dalam konsep sekolah wanita ini perlu adanya pendekatan lewat kader-kader yang dianggap mampu untuk menyalurkan pendidikan karakter kepada para ibu. Sayangnya, di Indonesia tidak ada badan yang memiliki kekhususan dalam program pengembangan karakter wanita. Jika ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang kadangkala peduli terhadap pendidikan perempuan mungkin kurikulum yang diberikan belum terintegrasi dengan baik sehingga memerlukan adanya revitalisasi.
Untuk itu penulis menggagaskan ide untuk pengadaan wajib terdidik kepada para wanita. Dalam implementasi yang nyata, cara pandang pikir masyarakat tergantung dari cara pandang idolanya seperti yang telah dijabarkan penulis di paragraf awal penulisan. Memanfaatkan keberadaan ibu-ibu PKK di desa atau dukuh setempat ataupun tokoh masyarakat setempat sebagai kader-kader yang akan berpengaruh pada perubahan di desanya sendiri. Melalui kader-kader yang notabene lebih dekat kepada masyarakat, selain itu pendekatan mereka sebagai orang-orang yang diidolakan oleh masyarakat dan memiliki pengaruh terhadap cara pandang masyarakat diharapkan akan mampu membentuk konsep 3 good melekat pada ibu-ibu di masyarakat tanpa mengesampingkan peran kuat seorang suami dalam sebuah keluarga.
Kita semua menyadari bahwa peran wanita dalam sejarah masa lalu telah banyak berbicara tentang kehidupan yang seimbang, kemerdekaan bahkan kesuksesan tokoh- tokoh besar di dunia ini. Maka selayaknya konsep pendidikan tentang pengembangan karakter wanita ideal patut menjadi pertimbangan. Wanita yang memiliki tiga pondasi bagaimana menjadi good wife, good mother dan good agent dapat menjadi jawaban konkret atas misteri “beauty inside, beauty outside”.