Rabu, 29 Januari 2014

Urgensi “Think Globally, Act Locally”



Saya tertarik dengan artikel pada laman www.darwinsaleh.com yang berjudul “Negara Harus Menjangkau Seluruh Rakyat”. Saya setuju dengan apa yang dipaparkan artikel tersebut. Berkenaan dengan hal itu, saya ingin mengelaborasi sub topik “Penghargaan pada Kepioniran Adalah Jalan menuju Kemajuan Bangsa” lewat gagasan ini.

Pada artikel berjudul “Negara Harus Menjangkau Seluruh Rakyat” dipaparkan sebuah kondisi yang timpang dimana disaat banyak pejuang-pejuang yang telah dengan ikhlas mengabdikan sebagian bahkan seluruh hidupnya untuk melakukan kerja-kerja sosial dan menginisiasi perubahan untuk negeri dengan tanpa bayaran, namun disisi lain, kehidupan pragmatis kota-kota besar serta megahnya panggung kekuasaan yang penuh dengan kemunafikan seperti tak peduli akan hal tersebut. Banyak kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang disebut oleh artikel tersebut salah satunya adalah kebijakan subsidi BBM sehingga anggaran beratus-ratus triliun yang harusnya dapat digunakan untuk pemerataan pendidikan, pembangunan infrastruktur dan pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi di daerah atau pelosok-pelosok Indonesia menjadi sebatas mimpi di siang bolong pada hari ini.

            Tak bosan-bosannya saya mengajak kawan-kawan semua untuk mengingat amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke IV tentang tujuan bangsa ini didirikan. Sebuah ikrar mulia, yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial adalah sebuah manifestasi mimpi-mimpi para founding fathers yang dengan segenap jiwa dan raganya telah berhasil membawa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Ya, pintu gerbang kemerdekaan, sebab sejatinya merawat kemerdekaan adalah perjuangan sepanjang masa yang penuh dinamika perubahan seiring dengan sifat zaman yang berubah-ubah.

Pemuda Membangun Desa


(Sumber : hmkmunud.wordpress.com)


Pemuda adalah nadi yang tidak dapat terpisahkan dari sejarah. Momentum kebangkitan nasional yang dahulu dipioneri oleh Boedi Oetomo dan kawan-kawan sejak tahun 1908 hingga melahirkan  konggres pemuda pertama di Batavia pada tahun 1926 dan akhirnya berhasil menyatukan seluruh pemuda Indonesia dalam sebuah konggres pemuda kedua yang menghasilkan ikrar kebangsaan serta persatuan yang kita kenal kini sebagai Sumpah Pemuda. 

Pada masa selanjutnya, generasi muda selalu menjadi bagian penting dalam perwujudan cita-cita nasional. Barisan kaum muda yang berani bersatu dalam barisan perjuangan itu tidak banyak secara kuantitas. Mereka adalah bagian dari creative minority, sedikit orang yang memutuskan sebagian waktunya disumbangkan untuk malam-malam dalam dialektika intelektual, berpikir untuk nasib bangsa yang lebih baik dan bermartabat.

Hari ini, tesis tentang creative minority tersebut nampaknya hampir dapat dipatahkan. Hal ini terlihat dari data statistik Kementrian Pemuda dan Olahraga yang pada Tahun 2007 menunjukkan organisasi kepemudaan di Indonesia berjumlah 191 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi 229 organisasi pada tahun 2009.  Fakta ini menandakan bahwa pemuda Indonesia masih gemar untuk mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik melalui wadah organisasi kepemudaan. 

Yang menjadi pertanyaan adalah adakah relasi atau efek yang nyata dari peran pemuda masa kini kepada perubahan Indonesia yang lebih baik? Atau sejatinya mereka hanya gemar membicarakan hal-hal yang utopis, namun nirmakna? Memperbincangkan hal-hal yang ekslusif di menara gading namun tak pernah benar-benar menyentuh akar masalah yang terjadi di sekitar mereka?


(Sumber :  www.baltyra.com)

Tan Malaka (1926) memberikan sebuah warisan berharga, sebuah buku monumental yang selalu layak dan relevan untuk dibicarakan dari massa ke massa. Didalamnya, Tan mengungkapkan bahwa sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari tindakan-tindakan masyarakat. Fakta yang selalu kita dengar adalah bahwa desa adalah tempat dimana kemiskinan berada. Arus pembangunan yang berpusat di kota-kota memberi mitos bahwa daerah atau desa tidak pernah menjanjikan hal apapun untuk masa depan yang lebih baik. Akibatnya, kota semakin padat. Desa-desa ditinggalkan oleh para pemudanya. Kaum-kaum intelektual yang telah dididik oleh kota enggan kembali ke desa untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang telah didapatnya.

18 Desember 2013 lalu Pemerintah telah mengesahkan UU Desa yang disinyalir dapat menjadi angin segar bagi peningkatan kemandirian desa sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Hal ini hanya dapat terjadi apabila semua elemen ikut berpartipasi dalam menyukseskan visi besar ini. Besarnya anggaran yang akan digelontorkan ke desa ini harusnya bisa menjadi daya tarik bagi pemuda untuk kembali ke desa. Kepemimpinan di desa yang selama ini dianggap terdominasi oleh “kapasitas rendah” harus digantikan oleh pemuda yang mengaku agen perubahan. Paradigma pemuda harus diubah, seperti judul buku karangan Goris Mustaqim, yakni “Membangun Bangsa dari Desa”. Pemuda harus optimis dapat melakukan inovasi pada lahan desa yang selama ini dianggap “kering”.





Konsep Local Citizen Journalism

Dewasa ini, istilah Citizen Journalism (CJ) muncul seiring perkembangan media sosial dengan segala fitur pendukungnya. Pepih Nugraha (2012) dalam buku berjudul Citizen Journalism menyebut CJ sebagai kegiatan warga biasa yang bukan wartawan professional mengumpulkan fakta di lapangan atas sebuah peristiwa, menyusun, menulis dan melaporkan hasil liputannya di media sosial Pada perkembangannya, tidak hanya semata-mata berita atau reportase saja yang ditulis melainkan termasuk opini-opini pribadi dalam menanggapi suatu peristiwa. Orang-orang merasa perlu untuk menceritakan apa saja termasuk hal-hal sederhana yang terjadi di sekitarnya melalui blog pribadi, akun jejaring pribadi, juga laman massal seperti Kompasiana dan lain-lain. 

            Kegiatan CJ ini adalah kegiatan yang sangat sederhana dimana tanpa sadar kita telah sangat sering melakukannya. Misalnya, ketika ada kecelakaan di dekat rumah kita kemudian kita memotret kejadian tersebut. Selanjutnya kita mengunggah foto tersebut dan memberikan informasi kejadian dengan konten 5 W + 1 H di akun pribadi kita atau membaginya ke sebuah situs media sosial, maka kegiatan tersebut sudah dapat disebut sebagai CJ.

Secara unik, fenomena CJ ini merefleksikan sejauh mana kepedulian atau partisipasi warga terhadap pembangunan atau perkembangan situasi di daerah. Yayasan Kampung Halaman atau dapat diakses di http://www.kampunghalaman.org/ , sebuah laman yang berisi berbagai inspirasi lewat video yang diproduksi banyak pemuda dari berbagai daerah yang bercerita tentang keunikan daerahnya, maka penulis yakin bahwa ide citizen journalism ini sangat bisa untuk dikembangkan lebih sistematis untuk mendukung kemajuan pembangunan masing-masing daerah.

Pegiat CJ masing-masing daerah akan melaporkan segala potensi daerah berdasarkan hasil riset atas local genious, memberikan berita harian tentang hal penting dan menarik yang terjadi di daerah serta memungkinkan siapa saja untuk memberikan gagasan bagi perkembangan daerahnya. Lama kelamaan, akan terjadi konsep kolaborasi yang terpadu dan berkelanjutan dari masing-masing dan antar daerah. Konsep local genious adalah tonggak utama bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan. 

(Sumber : www.therightangel.co)


Selama ini, kurikulum yang menawarkan muatan lokal sebagai pilihan mata pelajaran ternyata tidak cukup mampu untuk mengkampanyekan potensi lokal dalam mata pelajaran formal sehingga anak usia dini dan generasi muda menjadi sangat asing dengan daerahnya sendiri. Ketika nilai-nilai kearifan budaya yang dianggap tradisional ini dikemas dalam sebuah kampanye inovatif yang menarik bagi generasi muda lewat media sosial, maka penulis mengharapkan generasi muda akan tertarik untuk menjadi aktor utama dalam kampanye ini.

PENUTUP

Ada sebuah ungkapan yang membuat diri ini selalu optimis melihat masa depan bangsa ini, yaitu, “Jika satu orang dapat berbuat satu kebaikan, maka banyak orang dapat berbuat satu perubahan.” Ya, together we can make a change. Yang kita butuhkan hari ini adalah pemuda yang mau berlelah-lelah untuk memberikan kontribusi nyata. Bangsa ini adalah laboratorium untuk menguji sejauh mana kecintaan kita pada pertiwi, tempat kita selama ini menggantungkan kehidupan dan pengharapan. Semoga dengan jargon Think globally, Act Locally serta semangat untuk BERKOLABORASI , kita dapat membuat para bapak bangsa tersenyum bangga pada kita semua. Satu Nusa, Satu Bangsa, Hiduplah INDONESIA RAYA!!

* “Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.


19 komentar:

  1. waaaooow... ide yang sederhana, tapi amazing.. god job!

    BalasHapus
  2. Bagus mak tulisannya...
    Mungkin banyak orang yang belum paham betul adanya CJ ini, kamu mengangkat topik ini jadi semua orang yang baca tulisan ini paham betul apa sebenarnya tujuan CJ, simple tapi dapet goalnya secara jelas.

    BalasHapus
  3. Mas autad : Makasih... pengennya sih bener-bener diwujudkan :)


    Shelia : Iya...sebenarnya konsepnya sederhana banget, yang susah itu kegiatan yang terpadu dan berkelanjutannya, butuh tangan-tangan intelektual hehe... :)

    BalasHapus
  4. Mantap Lis!! Tinggal eksekusinya aja nih :)
    Perubahan memang harus dari bawah, yang kadang kecil dan tak terlihat...
    Kalo boleh usul ya CJ dikolaborasikan dg LSM yang sudah ada, biar cepet nyebar :D

    BalasHapus
  5. Iya kalo LSM nya bersih ya hihihi...dikolaborasikan sama inisiator-inisiatior perubahan yang sejenis kamu aja...Udah terbukti hasil kerjanya hihi. Selamat selalu mencerdaskan tunas-tunas bangsa yak!

    BalasHapus
  6. Be, dihaluskan lagi saat perpindahan dari satu ide ke ide lainnya :-)

    BalasHapus
  7. Hihihi iyaaah, makasih masukannya Fafa :))

    BalasHapus
  8. idenya bagus mengajak masyarakat berpartisipasi membangun desa dan tanggap terhadap isu daerah :) smoga mak bisa terus mensosialisasikannya at least lewat blog ini :)
    salam, dtggu kunjungan baliknya

    BalasHapus
  9. Terimakasih kunjungannya maaak. Semoga dapat memulai dari diri sendiri dan mulai saat ini. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Hihi...Siap berkunjung kembali!! :)

    BalasHapus
  10. Artikel bagus. :-D
    Meski saya akui bahwa permasalahan pembangunan di desa ini memang efek domino. Masalahnya, efek urbanisasi memang membuat jenis-jenis usaha di desa jadi minim, karena kurangnya SDM sendiri. Dan itu nantinya membuat semakin banyak orang meninggalkan desa. Mudah-mudahan rancangan UU Desa bisa sedikit demi sedikit mengubah keadaan.

    BalasHapus
  11. Aamiin. UU Desa sebagaimana kebijakan otonomi daerah sebenarnya memiliki tujuan yang positif bagi pembangunan berkelanjutan. Masalahnya adalah pada birokrasi, bisa bersih dan memiliki integritas atau tida. Terimakasih sudah berkunjung :)

    BalasHapus
  12. Harapanku satu setelah baca tulisan ini. CJ memang idealisme dan orisinalitasnya bagus. dan semoga tetap bertahan, karena independen dan ndak 'lapar' perhatian. Ngomong-ngomong ttg pemuda dan desa, sekarang makin banyak pemuda yang sdh berjaya di perantauan lalu kembali ke desanya untuk mengembangkan (walaupun aku belum. hiksss) :(( semoga 3 hal penting dalam tulisan ini (pemuda, desa, dan CJ) bisa makin berkembang, Mbakyu. aamiiin

    BalasHapus
  13. Iya...kakak tingkatku juga ada beberapa yang memilih untuk "pulang", beberapa "beternak" dan "bertani". Tapi orang-orang yang mau take a risk seperti itu tidak banyak sebab memang penuh spekulasi antara idealisme dan banyak kepentingan pribadi (keluarga, dan lain-lain). Tapi konsep CJ ini bisa diaplikasikan dimana saja, yang penting mau berbagi inspirasi, tinggal manajemennya.

    BalasHapus
  14. Bagus banget gagasannya mak. Pemuda adalah sumber inspirasi, kekuatan bangsa ada pada pemuda.
    Menulis blog jg termasuk ch kan?

    BalasHapus
  15. Sudah beberapa kali baca ttg CJ tapi ya tetep aja artikel ini bikin penasaran. Kok tumben sih banyak gambarnya? Emm, agak gak sreg sama gambar2nya. :D

    BalasHapus
  16. @puteriamirillis : Terimakasih. Menulis blog jika apa yang dituliskan sesuai dengan unsur dan etika jurnalistik maka bisa saja dikategorikan dalam CJ. Tapi CJ yang dimaksud disini tentu adalah CJ yang integrated, yang berbasis pada riset needs analysis :)

    BalasHapus
  17. @firstyaevi : njalukmu gambar kue? hihihi...XP Ada masukan?

    BalasHapus
  18. Saya tunggu partisipasi Saudari Kalis Mardiasih untuk kembali ke Blora (back to Blora), develop her village she was born; seperti yang dikemukakan pada artikelnya.....

    BalasHapus
  19. Terimakasih sudah berkunjung. :)

    BalasHapus