Kabupaten
Blora baru-baru ini me-launching Car Free Day pada Hari Minggu. Sebagaimana
kota-kota lain yang telah lebih dahulu melaksanakan, kendaraan bermotor
dilarang melintas pada area Car Free Day
yang meliputi seputaran jalan Pemuda serta sebagian jalan protokol Kota Blora.
Dampak langsung yang bisa dilihat adalah pemandangan para pejalan kaki, senam
pagi dan anak-anak yang bermain-main dengan bebas di jalanan tanpa takut bahaya
kendaraan bermotor.
Di kota lain, Car Free Day terbukti dapat meningkatkan
geliat ekonomi daerah. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat yang
terus bertambah untuk berpartisipasi sebagai pedagang atau penyedia jasa. Car Free Day, ditilik dari sejarahnya
tentu tidak hadir begitu saja. Salah satu sebab tentu dikarenakan fenomena
masyarakat yang selalu menyempatkan untuk berolahraga atau sekedar jalan-jalan
bersama keluarga pada Hari Minggu. Nuansa kota
yang ramai kemudian menginspirasi sebagian pelaku ekonomi mikro, kecil dan
menengah untuk membuka lapak-lapak dagang secara sederhana. Motif membeli
berdasarkan kebutuhan ini kemudian menyebabkan para pedagang kecil mendapatkan
keuntungan yang lumayan tiap pekannya. Hal ini memicu pedagang lain untuk
kemudian menggelar lapak yang serupa mulai dari menu sarapan pagi, makanan dan
minuman ringan, pakaian, mainan anak-anak, jajanan pasar, barang-barang handmade dari home industry, aksesoris fashion, aksesoris kendaraan, dan lain-lain.
Fungsi Car Free Day pun berubah mulai dari
sekedar motif ekonomi hingga menjadi brand
kota atau alternatif rekreasi tiap pagi. Oleh karenanya, kemudian ada fasilitas
tambahan yang makin beragam seperti wahana permainan anak, hiburan berupa
pentas musik, dan flashmob. Area Car Free Day juga dapat menjadi alternatif
dalam kegiatan-kegiatan komunikasi massa seperti penyebaran brosur bisnis,
kampanye, bahkan mengadakan lomba-lomba bagi anak-anak. Di Kota Semarang bahkan
muncul tren pasar “Nomaden Market”, yakni para pedagang online shop yang ramai-ramai membuka lapak mereka sebulan sekali
agar toko mereka tidak seperti bayang-bayang saja. Hal ini terbukti dapat
meningkatkan kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara online.
Namun, belum
banyak kota yang secara khusus mengatur mekanisme pelaksanaan Car Free Day ini. Belum ada pengaturan
khusus terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pedagang peserta ataupun
masyarakat yang menjadi pengunjung. Akibatnya, hal buruk sederhana yang dapat
kita amati adalah jalanan kota menjadi kotor karena tidak adanya kesadaran
masyarakat untuk menjaga kebersihan juga tidak adanya manajemen yang mengatur
seperti ketersediaan tempat sampah yang cukup di area Car Free Day.
Selain masalah
kebersihan, peraturan mengenai pedagang yang menjadi peserta juga diperlukan
terkait hak dan tanggung jawab pedagang serta munculnya pedagang tipu-tipu yang
tidak memiliki trustworthiness.
Bagaimanapun juga, sesederhana apapun kegiatan ekonomi memerlukan faktor
penting, yakni kestabilan pasar. Apabila muncul pedagang yang hanya sekali dua
kali berpartisipasi kemudian menghilang setelah menipu pembeli, tentu hal ini
dapat memicu ketidakstabilan pasar.
Oleh karena
itu, dalam rangka mewacanakan Car Free
Day dalam peningkatan geliat ekonomi daerah, dibutuhkan sebuah manajemen
pasar yang tidak hanya inward (ke
dalam) namun juga outward (keluar).
Manajemen inward yakni terkait segala
regulasi terkait mekanisme yang mengatur para
pelaku ekonomi dalam pasar, pengunjung pasar, serta pihak-pihak lain
yang mengambil keuntungan dalam pasar. Mekanisme ini diharapkan tidak melulu
berbicara tentang cost ataupun denda,
lebih dari itu hal-hal yang dapat menunjang terwujudnya pasar yang aman, nyaman
dan memberikan keuntungan ke semua pihak.
Manajemen outward adalah sebuah wacana bahwa pasar
ternyata tidak hanya menjadi sentra bertemunya penjual dan pembeli seperti yang
kerapkali disebutkan dalam buku-buku teks ekonomi siswa SMP dan SMA hingga
kini. Di era wikinomics, hari ini,
pasar dengan manajemen yang strategis telah memiliki banyak definisi secara
kontemporer. Jika dahulu manusia hanya dapat melakukan kegiatan ekonomi selama
12 jam sehari dengan asumsi pengurangan waktu non-produktif, hari ini ketika
kita bekerjasama dengan sahabat kita di Eropa, kita dapat memiliki waktu
produktif selama 24 jam sehari bahkan lebih. Jika dahulu kegiatan ekonomi
terbatasi rasa sungkan pada pintu rumah yang harus diketuk karena si empunya
sedang istirahat, namun hari ini kita dapat mengetuk pintu itu kapan saja lewat
laman-laman jualan online mereka
(situs, jejaring sosial, pasar online keroyokan)
tanpa rasa sungkan.
Dengan demikian,
sebenarnya transaksi ketika Car Free Day
tidak hanya dapat terjadi pada hari Minggu saja. Dengan manajemen yang
sistematis, Pemerintah bersama dinas terkait serta konsultan ekonomi kerakyatan
yang ditunjuk dapat merancang alternatif edukasi masyakarakat pelaku ekonomi.
Mereka dapat dikoordinasi untuk bersatu dalam melaksanakan kegiatan produksi
unggulan. Misalnya pedagang handmade
dan pedagang komoditas lokal seperti pertanian dan perikanan. Pemerintah
kemudian menyediakan skema distribusi skala nasional bahkan hingga menembus
pasar ekspor Internasional melalui jejaring dan pasar online Internasional yang tidak dapat terjangkau oleh pedagang kecil
dan menengah.
Akhirnya,
momentum Hari Minggu pagi adalah media sosialisasi skala kecil serta proses
pelaksanaan komunikasi massa
demi tercapainya kestabilan pasar. Kota-kota kecil di daerah Kota dan Kabupaten
lain diharapkan dapat melirik Car Free
Day sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Semoga geliat ekonomi kerakyatan semakin kuat dan nyata!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar