Rabu, 29 Januari 2014

Car Free Day dan Ekonomi Lokal



Kabupaten Blora baru-baru ini me-launching Car Free Day pada Hari Minggu. Sebagaimana kota-kota lain yang telah lebih dahulu melaksanakan, kendaraan bermotor dilarang melintas pada area Car Free Day yang meliputi seputaran jalan Pemuda serta sebagian jalan protokol Kota Blora. Dampak langsung yang bisa dilihat adalah pemandangan para pejalan kaki, senam pagi dan anak-anak yang bermain-main dengan bebas di jalanan tanpa takut bahaya kendaraan bermotor.

Di kota lain, Car Free Day terbukti dapat meningkatkan geliat ekonomi daerah. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat yang terus bertambah untuk berpartisipasi sebagai pedagang atau penyedia jasa. Car Free Day, ditilik dari sejarahnya tentu tidak hadir begitu saja. Salah satu sebab tentu dikarenakan fenomena masyarakat yang selalu menyempatkan untuk berolahraga atau sekedar jalan-jalan bersama keluarga pada Hari Minggu. Nuansa kota yang ramai kemudian menginspirasi sebagian pelaku ekonomi mikro, kecil dan menengah untuk membuka lapak-lapak dagang secara sederhana. Motif membeli berdasarkan kebutuhan ini kemudian menyebabkan para pedagang kecil mendapatkan keuntungan yang lumayan tiap pekannya. Hal ini memicu pedagang lain untuk kemudian menggelar lapak yang serupa mulai dari menu sarapan pagi, makanan dan minuman ringan, pakaian, mainan anak-anak, jajanan pasar, barang-barang handmade dari home industry, aksesoris fashion, aksesoris kendaraan, dan lain-lain. 

Fungsi Car Free Day pun berubah mulai dari sekedar motif ekonomi hingga menjadi brand kota atau alternatif rekreasi tiap pagi. Oleh karenanya, kemudian ada fasilitas tambahan yang makin beragam seperti wahana permainan anak, hiburan berupa pentas musik, dan flashmob. Area Car Free Day juga dapat menjadi alternatif dalam kegiatan-kegiatan komunikasi massa seperti penyebaran brosur bisnis, kampanye, bahkan mengadakan lomba-lomba bagi anak-anak. Di Kota Semarang bahkan muncul tren pasar “Nomaden Market”, yakni para pedagang online shop yang ramai-ramai membuka lapak mereka sebulan sekali agar toko mereka tidak seperti bayang-bayang saja. Hal ini terbukti dapat meningkatkan kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara online.

Namun, belum banyak kota yang secara khusus mengatur mekanisme pelaksanaan Car Free Day ini. Belum ada pengaturan khusus terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pedagang peserta ataupun masyarakat yang menjadi pengunjung. Akibatnya, hal buruk sederhana yang dapat kita amati adalah jalanan kota menjadi kotor karena tidak adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan juga tidak adanya manajemen yang mengatur seperti ketersediaan tempat sampah yang cukup di area Car Free Day

Selain masalah kebersihan, peraturan mengenai pedagang yang menjadi peserta juga diperlukan terkait hak dan tanggung jawab pedagang serta munculnya pedagang tipu-tipu yang tidak memiliki trustworthiness. Bagaimanapun juga, sesederhana apapun kegiatan ekonomi memerlukan faktor penting, yakni kestabilan pasar. Apabila muncul pedagang yang hanya sekali dua kali berpartisipasi kemudian menghilang setelah menipu pembeli, tentu hal ini dapat memicu ketidakstabilan pasar.

Oleh karena itu, dalam rangka mewacanakan Car Free Day dalam peningkatan geliat ekonomi daerah, dibutuhkan sebuah manajemen pasar yang tidak hanya inward (ke dalam) namun juga outward (keluar). Manajemen inward yakni terkait segala regulasi terkait mekanisme yang mengatur para  pelaku ekonomi dalam pasar, pengunjung pasar, serta pihak-pihak lain yang mengambil keuntungan dalam pasar. Mekanisme ini diharapkan tidak melulu berbicara tentang cost ataupun denda, lebih dari itu hal-hal yang dapat menunjang terwujudnya pasar yang aman, nyaman dan memberikan keuntungan ke semua pihak. 

Manajemen outward adalah sebuah wacana bahwa pasar ternyata tidak hanya menjadi sentra bertemunya penjual dan pembeli seperti yang kerapkali disebutkan dalam buku-buku teks ekonomi siswa SMP dan SMA hingga kini. Di era wikinomics, hari ini, pasar dengan manajemen yang strategis telah memiliki banyak definisi secara kontemporer. Jika dahulu manusia hanya dapat melakukan kegiatan ekonomi selama 12 jam sehari dengan asumsi pengurangan waktu non-produktif, hari ini ketika kita bekerjasama dengan sahabat kita di Eropa, kita dapat memiliki waktu produktif selama 24 jam sehari bahkan lebih. Jika dahulu kegiatan ekonomi terbatasi rasa sungkan pada pintu rumah yang harus diketuk karena si empunya sedang istirahat, namun hari ini kita dapat mengetuk pintu itu kapan saja lewat laman-laman jualan online mereka (situs, jejaring sosial, pasar online keroyokan) tanpa rasa sungkan.

Dengan demikian, sebenarnya transaksi ketika Car Free Day tidak hanya dapat terjadi pada hari Minggu saja. Dengan manajemen yang sistematis, Pemerintah bersama dinas terkait serta konsultan ekonomi kerakyatan yang ditunjuk dapat merancang alternatif edukasi masyakarakat pelaku ekonomi. Mereka dapat dikoordinasi untuk bersatu dalam melaksanakan kegiatan produksi unggulan. Misalnya pedagang handmade dan pedagang komoditas lokal seperti pertanian dan perikanan. Pemerintah kemudian menyediakan skema distribusi skala nasional bahkan hingga menembus pasar ekspor Internasional melalui jejaring dan pasar online Internasional yang tidak dapat terjangkau oleh pedagang kecil dan menengah. 

Akhirnya, momentum Hari Minggu pagi adalah media sosialisasi skala kecil serta proses pelaksanaan komunikasi massa demi tercapainya kestabilan pasar. Kota-kota kecil di daerah Kota dan Kabupaten lain diharapkan dapat melirik Car Free Day sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semoga geliat ekonomi kerakyatan semakin kuat dan nyata!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar