Saya tertarik
dengan artikel pada laman www.darwinsaleh.com
yang berjudul “Negara Harus Menjangkau
Seluruh Rakyat”. Saya setuju dengan apa yang dipaparkan artikel tersebut. Berkenaan dengan hal itu, saya ingin
mengelaborasi sub topik “Penghargaan pada Kepioniran Adalah Jalan menuju Kemajuan
Bangsa” lewat gagasan ini.
Pada artikel berjudul “Negara
Harus Menjangkau Seluruh Rakyat” dipaparkan sebuah kondisi yang timpang
dimana disaat banyak pejuang-pejuang yang telah dengan ikhlas mengabdikan
sebagian bahkan seluruh hidupnya untuk melakukan kerja-kerja sosial dan
menginisiasi perubahan untuk negeri dengan tanpa bayaran, namun disisi lain,
kehidupan pragmatis kota-kota besar serta megahnya panggung kekuasaan yang
penuh dengan kemunafikan seperti tak peduli akan hal tersebut. Banyak kebijakan
yang tidak tepat sasaran, yang disebut oleh artikel tersebut salah satunya
adalah kebijakan subsidi BBM sehingga anggaran beratus-ratus triliun yang
harusnya dapat digunakan untuk pemerataan pendidikan, pembangunan infrastruktur
dan pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi di daerah atau pelosok-pelosok
Indonesia menjadi sebatas mimpi di siang bolong pada hari ini.
Tak
bosan-bosannya saya mengajak kawan-kawan semua untuk mengingat amanat Undang-Undang
Dasar 1945 alinea ke IV tentang tujuan bangsa ini didirikan. Sebuah ikrar
mulia, yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial adalah sebuah
manifestasi mimpi-mimpi para founding
fathers yang dengan segenap jiwa dan raganya telah berhasil membawa
Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Ya, pintu gerbang kemerdekaan, sebab
sejatinya merawat kemerdekaan adalah perjuangan sepanjang masa yang penuh
dinamika perubahan seiring dengan sifat zaman yang berubah-ubah.
Pemuda Membangun Desa
(Sumber : hmkmunud.wordpress.com)
Pemuda adalah
nadi yang tidak dapat terpisahkan dari sejarah. Momentum kebangkitan nasional
yang dahulu dipioneri oleh Boedi Oetomo dan kawan-kawan sejak tahun 1908 hingga
melahirkan konggres pemuda pertama di
Batavia pada tahun 1926 dan akhirnya berhasil menyatukan seluruh pemuda Indonesia
dalam sebuah konggres pemuda kedua yang menghasilkan ikrar kebangsaan serta
persatuan yang kita kenal kini sebagai Sumpah Pemuda.
Pada masa selanjutnya,
generasi muda selalu menjadi bagian penting dalam perwujudan cita-cita
nasional. Barisan kaum muda yang berani bersatu dalam barisan perjuangan itu
tidak banyak secara kuantitas. Mereka adalah bagian dari creative minority, sedikit orang yang memutuskan sebagian waktunya
disumbangkan untuk malam-malam dalam dialektika intelektual, berpikir untuk
nasib bangsa yang lebih baik dan bermartabat.
Hari ini, tesis tentang creative minority tersebut nampaknya
hampir dapat dipatahkan. Hal ini terlihat dari data statistik Kementrian Pemuda
dan Olahraga yang pada Tahun 2007 menunjukkan organisasi kepemudaan di
Indonesia berjumlah 191 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi 229 organisasi
pada tahun 2009. Fakta ini menandakan bahwa
pemuda Indonesia masih gemar untuk mengembangkan dirinya ke arah yang lebih
baik melalui wadah organisasi kepemudaan.
Yang menjadi pertanyaan
adalah adakah relasi atau efek yang nyata dari peran pemuda masa kini kepada
perubahan Indonesia yang lebih baik? Atau sejatinya mereka hanya gemar
membicarakan hal-hal yang utopis, namun nirmakna? Memperbincangkan hal-hal yang
ekslusif di menara gading namun tak pernah benar-benar menyentuh akar masalah
yang terjadi di sekitar mereka?
(Sumber : www.baltyra.com)
Tan Malaka (1926) memberikan
sebuah warisan berharga, sebuah buku monumental yang selalu layak dan relevan
untuk dibicarakan dari massa ke massa. Didalamnya, Tan mengungkapkan bahwa sebuah
revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari
tindakan-tindakan masyarakat. Fakta yang selalu kita dengar adalah bahwa desa adalah tempat
dimana kemiskinan berada. Arus pembangunan yang berpusat di kota-kota memberi mitos
bahwa daerah atau desa tidak pernah menjanjikan hal apapun untuk masa depan
yang lebih baik. Akibatnya, kota semakin padat. Desa-desa ditinggalkan oleh
para pemudanya. Kaum-kaum intelektual yang telah dididik oleh kota enggan
kembali ke desa untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang telah
didapatnya.
18 Desember 2013 lalu Pemerintah
telah mengesahkan UU Desa yang disinyalir dapat menjadi angin segar bagi
peningkatan kemandirian desa sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi
desa. Hal ini hanya dapat terjadi apabila semua elemen ikut berpartipasi dalam
menyukseskan visi besar ini. Besarnya anggaran yang akan digelontorkan ke desa
ini harusnya bisa menjadi daya tarik bagi pemuda untuk kembali ke desa. Kepemimpinan
di desa yang selama ini dianggap terdominasi oleh “kapasitas rendah” harus
digantikan oleh pemuda yang mengaku agen perubahan. Paradigma pemuda harus
diubah, seperti judul buku karangan Goris Mustaqim, yakni “Membangun Bangsa
dari Desa”. Pemuda harus optimis dapat melakukan inovasi pada lahan desa yang selama
ini dianggap “kering”.
Konsep Local Citizen Journalism
Dewasa ini,
istilah Citizen Journalism (CJ)
muncul seiring perkembangan media sosial dengan segala fitur pendukungnya. Pepih
Nugraha (2012) dalam buku berjudul Citizen Journalism menyebut CJ sebagai kegiatan warga biasa yang
bukan wartawan professional mengumpulkan fakta di lapangan atas sebuah
peristiwa, menyusun, menulis dan melaporkan hasil liputannya di media sosial
Pada perkembangannya, tidak hanya semata-mata berita atau reportase saja yang
ditulis melainkan termasuk opini-opini pribadi dalam menanggapi suatu
peristiwa. Orang-orang merasa perlu untuk menceritakan apa saja termasuk
hal-hal sederhana yang terjadi di sekitarnya melalui blog pribadi, akun
jejaring pribadi, juga laman massal seperti Kompasiana dan lain-lain.
Kegiatan
CJ ini adalah kegiatan yang sangat
sederhana dimana tanpa sadar kita telah sangat sering melakukannya. Misalnya,
ketika ada kecelakaan di dekat rumah kita kemudian kita memotret kejadian
tersebut. Selanjutnya kita mengunggah foto tersebut dan memberikan informasi
kejadian dengan konten 5 W + 1 H di akun pribadi kita atau membaginya ke sebuah
situs media sosial, maka kegiatan tersebut sudah dapat disebut sebagai CJ.
Secara unik,
fenomena CJ ini merefleksikan sejauh
mana kepedulian atau partisipasi warga terhadap pembangunan atau perkembangan
situasi di daerah. Yayasan Kampung Halaman atau dapat diakses di http://www.kampunghalaman.org/ ,
sebuah laman yang berisi berbagai inspirasi lewat video yang diproduksi banyak
pemuda dari berbagai daerah yang bercerita tentang keunikan daerahnya, maka
penulis yakin bahwa ide citizen journalism
ini sangat bisa untuk dikembangkan lebih sistematis untuk mendukung kemajuan
pembangunan masing-masing daerah.
Pegiat CJ masing-masing daerah akan melaporkan
segala potensi daerah berdasarkan hasil riset atas local genious, memberikan berita harian tentang hal penting dan
menarik yang terjadi di daerah serta memungkinkan siapa saja untuk memberikan
gagasan bagi perkembangan daerahnya. Lama kelamaan, akan terjadi konsep
kolaborasi yang terpadu dan berkelanjutan dari masing-masing dan antar daerah. Konsep
local genious adalah tonggak utama
bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
(Sumber : www.therightangel.co)
Selama ini,
kurikulum yang menawarkan muatan lokal sebagai pilihan mata pelajaran ternyata
tidak cukup mampu untuk mengkampanyekan potensi lokal dalam mata pelajaran
formal sehingga anak usia dini dan generasi muda menjadi sangat asing dengan
daerahnya sendiri. Ketika nilai-nilai kearifan budaya yang dianggap tradisional
ini dikemas dalam sebuah kampanye inovatif yang menarik bagi generasi muda
lewat media sosial, maka penulis mengharapkan generasi muda akan tertarik untuk
menjadi aktor utama dalam kampanye ini.
PENUTUP
Ada sebuah
ungkapan yang membuat diri ini selalu optimis melihat masa depan bangsa ini,
yaitu, “Jika satu orang dapat berbuat satu kebaikan, maka banyak orang dapat
berbuat satu perubahan.” Ya, together we
can make a change. Yang kita butuhkan hari ini adalah pemuda yang mau
berlelah-lelah untuk memberikan kontribusi nyata. Bangsa ini adalah
laboratorium untuk menguji sejauh mana kecintaan kita pada pertiwi, tempat kita
selama ini menggantungkan kehidupan dan pengharapan. Semoga dengan jargon Think
globally, Act Locally serta semangat untuk BERKOLABORASI , kita dapat membuat
para bapak bangsa tersenyum bangga pada kita semua. Satu Nusa, Satu Bangsa,
Hiduplah INDONESIA RAYA!!
* “Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.
* “Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.